Genre Musik Pilpres 2019

Hip Hop Lib, 2017
Genre musik apa yang kira-kira ramai menjelang  pilpres 2019? Jawabnya genre HIP HOP. Mengapa bukan dangdut? Mau tahu tanda-tanda dan buktinya?

Mulai dari anak SD hingga Lansia pasti tahulah kalau Jakowi akan maju lagi. Buktinya mudah, karena Jakowi badannya kurus. Hehehe... Logika umum, badan kurus itu prihatin. Beda kalau badan besar, pasti makannya banyak. Kalau makannya banyak pasti yang dipikirkan makanan saja, alias tidak memikirkan apa amanat yang harus diselesaikannya.

Urusan siapa menjadi pendamping Jakowi, semua juga sudah tahu. Pasti Megawati memutuskannya menjelang detik-detik akhir penyerahan berkas. Apakah Prabowo yang menjadi capresnya? Mungkin tidak dan mungkin iya. Apakah Cak Imin? Tentu jawabnya mungkin tidak dan mungkin juga iya. Yang jelas ketika publik ditanya siapa capres Jakowi nanti, pasti publik ingat Ahok. Hehehe...

Lalu bagaimana posisi ormas garis keras dan ormas garis lemah, hingga ormas yang moderat? Hehehe....

Hari ini publik melihat, Jakowi cukup cerdas. Entah salah atau sebaliknya, benar, bahwa pilpres 2019 bukan miliknya ormas garis keras. Dengan Perpu sucinya kemarin, tampak Jakowi melakukan peminggiran ormas garis keras. Walaupun demikian, ormas garis keras tetap dinamis di perkotaan. Mengapa? Jawabnya mudah. Karena pilgub DKI kemarin, ormas garis keras banyak jasanya dengan Anis. Tapi ingat, walaupun hanya berdiam di perkotaan, tapi punya suara. Jadi jawabnya, ormas garis keras tetap menjadi komoditas yang menawan untuk mengintervensi siapa yang jadi nantinya.

Lalu bagaimana dengan ormas garis lemah? Ormas lemah tetaplah lemah. Karakter ormas ini memang penakut. Takut kehilangan proyek. Lebih baik mengalir saja seperti air. Padahal air tidak pernah berjiwa penakut. Hehehe ...

Yang menarik adalah ormas moderat. Beberapa pekan ini, publik dapat melihat dinamika Fahri Hamzah, Fadli Zon, Setyo Novanto, Amin Rais, dan masih banyak lagi yang lainnya.  Entah benar atau salah, dinamikanya agak tersendat karena ada ormas moderat. Apalagi secara sosio-kultur, di Indonesia memang cocok untuk menjadi perajut dengan hadirnya ormas moderat.  Lihat saja lansiran berita yang cukup kuat diantarnya; Aku Indonesia Aku Pancasila, pembubaran HTI, save KPK, hingga Full Day School, Undang Undang Pemilu, ormas moderat tampaknya selalu hadir ruang dan waktu yang cukup tepat. Alhasil, ormas ini cukup dekat dengan penguasa. Mungkin saja, ormas moderat akan semakin dekat dengan pilpres nanti.

Hanya saja, Jakowi harus hati-hati dengan dekatnya ormas moderat.

Mengapa? Publik tahulah ormas moderat juga tidak semua moderat. Memang terkadang bungkusnya lembut, tapi penuh dengan mahar dan lain sebagainya. Mungkin saja, tidak semua ormas moderat juga dirangkul Jakowi. Dipastikan ada gerakan tebang pilih dalam menggandeng ormas-ormas nantinya. Jadi, kKetiga ormas yang ada, ormas garis keras, ormas lemah,  dan ormas moderat, tetap memiliki peran dalam pilpres 2019 nantinya.

Lantas apa hubungannya dengan genre musik Hip Hop?

Jelas sangat berhubungan. Ingat fenomena “Ndeso”. Fenomena ini tidak lepas dari pengaruh genre Hip Hop. Lebih lagi, ingat juga ramainya jagad youtube dengan lirik lagu Ganteng-ganteng Swag, Bad, hingga Panjat Sosial.

Genre Hip Hop  yang kental dengan sensasi ini dimungkinkan menjadi instrumen kritik sosial menjelas pilpres. Lihat saja lirik panjat sosial;

“Fenomena anak sekarang ye
Hobi pamerin barang ye
Pos di grup WA, SC, IG ye
Demi like dan komen orang ye

Gaul setiap hari wajib nge-path
Artis selebriti dia pepet
Pencitraan ga sesuai daun perak
Pinjem duit dulu kagak malu

Anak nongkrong ibu kota
Amet gosip dan berita
Gayanya sosialita
Uangnya enggak ada
Cari simpati buka kartu cari status baru “ dan seterusnya dan seterusnya.

Cukup tajam lirik lagu di atas. Ada kata kunci; senang pamerin barang, pencitraan, uang nggak punya, dan lain-lain. Lirik ini menjadi penanda bahwa gerakan literasi anak muda Indonesia sudah final terhadap politik pencitraan di medsos. Agama, kecantikan, ketampanan, hingga fashion, tidak lagi menarik saat pilpres 2019 nanti. Kemungkinan, pencitraan pilpres 2019 akan dilawan oleh lirik Hip Hop yang semakin berani tampil menjadi instrumen kritik sosial.

Mengapa Hip Hop yang bukan produk indonesia asli, laris dan diterima?

Jawabnya adalah keberanian lirik Hip Hop  dalam mengingatkan, menyadarkan, hingga memarahi secara halus terhadap praktik jahat dalam meningkatkan derajat, harkat, dan martabat, atau sebut saja panjat jahat.

Lantas hal apa yang menjadi menarik untuk dijadikan komoditas? Dimungkinkan tokoh-tokoh yang bersih akan menghiasai dinamika pilpres 2019. Kemungkinan isu tentang hak angket cantrang, sebatas menjadi buih dalam bibir wakil rakyat saja. Terlebih jika merujuk amanat Mahkamah Konstitusi dengan pemilihan serentak. Jelas ini akan kekuatan lebih yang dimiliki para calon Bupati, Walikota, Gubernur, hingga Presiden dan Wakilnya.  Jelas, dengan pemilihan serentak, semua akan butuh dana. Dana yang biasanya untuk menyuap suara rakyat, dan rakyat juga selalu menanti serangan fajar dari calon, mau tidak mau para pemilik niat calon semuanya, harus menyiapkan dana yang lebih. Mungkin karena ini juga, Ahok menjadi korban awal dari dinamika slilit politik negeri ini. KPK pun sangat mungkin bernasib sama, termasuk yang lainnya.

Jikapun nuansa alur kebijakan politik negeri menjalang pilpres dan pemilihan serentak di kemudian hari adalah melembut, maka siap-siap gerakan genre Hip Hop akan melawan kelembuatan yang semu itu.

Hip Hop hari ini agaknya belum banyak tersentuh dan terkontaminasi oleh dan dengan penguasa. Beda dengan genre dangdut, musik pop, hingga genre musik-musik lokal yang dapat dipesan jauh-jauh hari untuk meraup kepentingan dan lain-lain. Jadi siapapun orangnya yang jahat, akan kena lirik Hip Hop nantinya. Entah siapa hingga siapa, Jakowipun, siap-siap kena liriknya, walaupun Jakowi bdannya kurus. Hehehe....

Maka, dengan tanda-tanda dan bukti di atas, genre Hip Hop menjadi genre musik yang paling ramai menjelang pilpres 2019. Dan kemungkinan genre yang lain akan sejenak meleburkan dirinya mendekati Hip Hop. Yang penting agak mirip. Apalagi kita jarang mementingkan jagad track record musisi kita.

Selamat berkarya, semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Maksudnya bukan harinya, tapi adalah pikiran, sikap, dan tindakan kita.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.